Ruang kamar hotel Garden Palace, Surabaya tempatku dikarantina
OSI? Udah lama ya melupakan yang satu ini.
Ya, OSI! Singkatan dari Olimpiade Sastra Indonesia. Olimpiade ini untuk
yang pertama kalinya diselenggarakan pada tahun 2010. Pada tahun itu pula
aku mengikuti kompetisi tersebut dan berhasil meraih medali emas. Wah, seneng
banget tuh rasanya. Apalagi, hadiah uang tunai 6 juta untuk ukuran anak SD itu
sudah lebih dari cukup buatku. Pokoknya WOW banget deh waktu itu.
Oya, pada bingung kan kenapa ada foto kamar
diatas? Itu adalah kamar yang aku tempati selama mengikuti OSI tingkat nasional
di Surabaya tahun 2010. Tepatnya, di hotel Garden Palace, Surabaya. Hotel
ini bener-bener top deh, mulai dari service, fasilitas, sampai konektivitasnya
dengan berbagai tempat umum penting di sekitarnya, mulai dari mall sampai mall
elektronik (sekalian belanja nih ceritanya).
Di hotel ini pula tempat para pramugari
menginap dari beberapa maskapai udara yang sedang beristirahat di Surabaya.
Pernah nih, waktu aku turun melalui lift, mendadak di satu lantai rombongan
pramugari yang tinggi-tinggi nongol. Wih, dikepung! Berasa ciut banget. Wajar
lah, masih SD. Masih pendek-pendeknya. Dari lantai teratas di hotel ini,
kita bisa melihat keseluruhan kota Surabaya dan sekitarnya, bahkan sampai ke
Selat Madura. Wajar lah, letaknya kan di pusat kota. Ke arah mana aja tetep
ada view yang bisa dinikmati. Ini nih tampak
luarnya.
Hotel Garden Palace, Surabaya
Oke, sekarang kita langsung masuk ke materi OSI nya! Pada
tahun 2010 silam, terdapat sebuah pengalaman berkesan dan tak terlupakan buatku.
Saat itu, aku berhasil meraih medali emas dalam ajang Olimpiade Sastra
Indonesia 2010. Dan yang lebih membanggakan, OSI ini baru pertama kali diadakan di tahun tersebut. Benar-benar bangga menjadi peraih medali emas pertama dalam ajang ini.
Pengalaman
ini bermula pada saat aku duduk di kelas 6 SD Negeri Jember Lor 03. Saat
itu, salah seorang guru di sekolahku
memberitahukan tentang akan diadakannya olimpiade ini. Kemudian, aku pun
tertarik untuk mengikutinya. Dari situlah, guruku menjelaskan mengenai
persyaratan maupun apa saja yang harus dilakukan untuk dapat mengikuti olimpiade
tersebut. Ternyata, aku harus membuat suatu cerita pendek (cerpen), pantun, dan
resensi buku yang telah ditentukan. Kemudian, dengan segera aku mulai menyusun
cerpen yang aku beri judul Kalah Tapi
Menang. Setelah itu, naskah pun dikirim ke panitia yang berada di Jakarta.
Setelah
menunggu sekitar 1 bulan sejak batas waktu pengumpulan naskah, pengumuman
finalis pun diumumkan. Pada tahap ini terpilih 40 karya terbaik yang akan
diundang ke Surabaya untuk mengikuti babak selanjutnya. Dan ternyata, aku
berhasil menjadi salah satu dari 40 finalis tersebut. Betapa senangnya hatiku
mendengar berita gembira itu.
Setelah
pengumuman, para finalis pun harus mengikuti babak selanjutnya yang diadakan di
Surabaya pada 9-14 November 2010. Setelah tiba di Hotel Garden Palace, Surabaya, kami segera check in dan beristirahat. Keesokan harinya, kami melakukan
persiapan untuk acara pembukaan dan dilanjutkan dengan Uji Kemampuan Apresiasi
dan Ekspresi Karya Sastra. Kedua acara tersebut berlangsung selama satu hari
penuh.
Keesokan
harinya, kami melakukan pengujian selanjutnya yaitu tes wawancara atau Uji
Keaslian Karya Sastra dan dilanjutkan dengan acara workshop tentang dunia kepenulisan terutama penulis
cilik. Disana, kami diberi kesempatan untuk bertanya apa saja yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang penulis cilik. Telah disediakan narasumber seorang penulis cilik Adam Putra Firdaus yang berumur 9 tahun dan ibunya yang juga seorang penulis dan produser buku Asma Nadia. Kami juga ditawarkan untuk membuat mini novel, kemudian mini novel
tersebut akan diterbitkan oleh pihak Asma Nadia dan kita bisa mendapatkan royalty dari hasil
penjualannya.
Keesokan
harinya, kami melakukan persiapan wisata edukasi ke berbagai penjuru Kota
Surabaya. Salah satunya adalah ke Pelabuhan Tanjung Perak. Disana, kami diajak
keliling museum dan diajak menaiki kapal perang milik Angkatan Laut RI. Setelah
wisata edukasi berakhir, kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
Keesokan
harinya, kami melakukan persiapan untuk acara penutupan. Naumn tiba-tiba, pihak
panitia OSI memanggilku dan teman satu sekolahku untuk merpersiapkan pantun
yang akan dibacakan di acara penutupan. Aku pun punya pikiran lain. Apakah ini
pertanda kami akan menang? Pikiran itu terus terngiang di benakku. Ya itu
mungkin saja. Dan ternyata, perasaanku itu benar, mimpiku jadi kenyataan, aku
berhasil meraih medali emas. Betapa bangganya aku. Aku langsung menghubungi
orang tuaku yang berada di Jember.
Aku pun
sempat merasa gugup, karena pengumuman pemenang tersebut diadakan di Royal
Plaza Surabaya, mall tempat banyak orang berkumpul. Jadi, akan sangat mencuri
perhatian apabila mengadakan acara disana. Aku pun menjadi agak terbata-bata
saat membacakan pantun di akhir acara. Tapi rasa itu terbayar dengan
kegembiraanku karena berhasil meraih medali emas, juga sejumlah uang tunai dan
sertifikat penghargaan.
![]() |
Royal Plaza
|
Keesokan harinya,
kami melakukan check out setelah
sarapan pagi bersama teman-teman finalis. Dan kemudian, kami pun berpisah dan
kembali ke daerah asal masing-masing.
Satu hal yang terpenting dalam penyelenggaraan kompetisi ini;
"Para finalis yang tampil berlaga sudah sama-sama menyalakan Obor Olimpiade. Mereka sudah menunjukkan kiprahnya sebagai generasi masa depan yang dengan amat sadar menjadikan sastra sebagai bagian dari hidupnya. Sastra yang tidak lain dan tidak bukan merupakan bagian dari seni dan budaya yang secara tidak disadari telah mendarah daging dalam relung adat masyarakat kita. Oleh karena itu, yang belum berhasil meraih medali tidak perlu berkecil hati, sedangkan yang telah ditetapkan sebagai peraih medali tidak perlu menepuk dada. Semoga Obor OSI yang telah dinyalakan tidak akan pernah padam walaupun tantangan dan godaan yang dihadapi makin rumit dan kompleks di tengan dinamika peradaban yang kian abai terhadao persoalan-persoalan sastra dan budaya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar